Langsung ke konten utama

Mahasiswa Melawan Zaman



 
Mahasiswa sebagai kaum terpelajar yang mengeyam pendidikan tertinggi dari pada siswa dituntut untuk tampil menjadi agen perubahan (agen of change). Ikon mahasiswa sebagai agen perubahan memiliki kekuatan untuk mengubah sistem perpolitikan di Indonesia. Mahasiswa yang memiliki budaya diskusi di kampus diharapkan dapat menumbuhkan sikap kritis dalam menghadapi realitas kehidupan ketika turun langsung di lingkungan masyarakat. Setiap individu memiliki idealismenya masing-masing, ketika banyak pemikiran dari sudut pandang yang berbeda, maka akan memperkuat dasar-dasar pemikiran yang  yang dihasilkan. Namun, bertolak belakang dengan hal tersebut, kebanyakan mahasiswa hari ini sedang menikmati kehidupannya yang sudah disuguhkan di era globalisasi. Artinya, budaya diskusi yang seharusnya ada pada mahasiswa kini kian luntur. Inilah permasalahan yang ada pada mahasiswa sekarang yaitu, bermunculannya golongan mahasiswa Apatis. Jika para intelektual zaman dahulu sering bertukar pendapat antar golongan muda dan tua, sehingga terjadi perbedaan pemikiran dan memperkuat ide politik untuk pergerakan serta aksi yang nyata untuk masyarakatnya, tapi nyatanya sampai hari ini. Mahasiswa lebih senang menikmati dengan gadgetnya, mengejar kuliah yang notabene untuk mencari ijasah dan mencari pekerjaan ketika lulus. Mahasiswa yang hanya kuliah lalu pulang ke kost atau pun rumahnya, mahasiswa yang hanya kuliah lalu mengerjakan tugas dari dosennya lalu mengumpulkannya IPK tinggi dan cepat lulus merupakan kontrak pemikiran yang sudah terbentuk dari golongan mahasiswa seperti ini sehingga mereka acuh terhadap permasalahan hidup yang ada di tanah air. Budaya diskusi sebagai ikon mahasiswa pun luntur, mahasiswa tak lagi berkutik dengan buku, tulisan, bahkan membicarakan perkembangan sosial. Ketika mahasiswa diajak untuk berdiskusi, yang akan muncul adalah suatu gagasan untuk memperbaiki sebuah tatanan. Ataupun melanjutkan sebuah cita cita bangsa yang adil bagi seluruh rakyat Indonesia, sejarah telah mencatat bahwa pergerakan mahasiswa, tak ubahnya kekuatan yang dapat menentang rezim suatu pemerintahan. Setidaknya kita sebagai mahasiswa sebagai orang independent dan memiliki idealisme dapat mengawal dan mengkritisi setiap kebijakan yang dibuat para penguasa. yang terpenting adalah bagaimana membudayakan ikon mahasiswa ini, yaitu merealisasikan suatu pemikiran yang di dapat di bangku perkuliahan untuk di kembangkan di lingkungan masyarakat. Masih ingatkah dengan Pidato Presiden Pertama Republik Indonesia yang isinya “ Berikan aku seribu orang tua, niscahya akan kucabut Semeru dari akarnya, berikan aku sepuluh pemuda, niscahya akan kuguncangkan dunia”. Sekarang saatnya mahasiswa sadar bahwa mahasiswa sebagai pelopor, penggerak bahkan sebagai pengambil keputusan dengan memeiliki pemikiran yang kritis terhadap masalah yang ada di sekitar, mengangkat realita sosial yang terjadi di masyarakat serta memperjuangkan aspirasi masyarakat.      

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ekspresi Punker !

This PUNK ! PUNK adalah suatu ideologi tentang pemberontakan dan anti kemapanan. Dalam sejarah, tidak ada yang tahu persis kapan budaya punk ini muncul. Namun, telah banyak yang mencoba menulis tentang awal mula budaya ini walaupun muncul dalam beberapa versi. Kata punk sendiri berasal dari Bahasa Inggris, Yaitu “ Public United Not Kingdom”  yang berarti kesatuan masyarakat di luar kerajaan. Punk muncul sebagai bentuk reaksi dari masyarakat yang kondisi perekonomiannya lemah dan pengangguran di pinggiran kota inggris. Terutama kelompok anak muda dengan kondisi keterpurukan ekonomi sekitar tahun 1976-1977. Kelompok remaja dan para kaum muda ini merasa sistim monarkilah yang menindas mereka, dari sini muncul sikap resistensi terhadap sistim monarki. Dalam budaya PUNK tidak terlepas dari individu dan kelompok. Individu yang mempunyai tujuan yang sama dengan individu lainnya mencari keamanan identitas diri dengan membentuk suatu kelompok sosial atau komunitas yan...

Penilaian pada laki-laki berambut gondrong

ilustrasi Gondrong merupakan sebutan untuk orang berambut panjang yang dibiarkan terurai. Makna gondrong mengalami perubahan dalam konteks sosial. Dulunya, gondrong dipersepsikan untuk menunjukkan kekuataan dan kekuasaan. Sekarang, persepsi tersebut mengalami perubahan, orang-orang yang berambut gondrong dianggap bersikap apatis, anarkis dan inpolite (tidak sopan) Masa pra kolonial, rambut gondrong merupakan pemandangan yang lazim bagi kaum pria di nusantara. Lihat saja pada film-film yang berlatar kehidupan nusantara masa lampau, misalnya film Joko Tingkir, sebuah film berlatar kehidupan seorang ksatria tanah Jawa yang memiliki hobi membela keadilan, ataupun Wiro Sableng, dan juga si Buta dari Gua Hantu yang juga memiliki karakter yang sama. Bahkan, lukisan Sultan Iskandar Muda karya Sayed_Abdullah, beliau pun digambarkan memiliki rambut gondrong. Artinya, rambut gondrong bukanlah sebuah style yang seharusnya dianggap negative oleh masyarakat luas, terutama kaum ibu-ibu yang mem...

Antara Mahasiswa dan Demokrasi

Sangat menarik apabila kita menyaksikan suasana yang terjadi menjelang pemilu belakangan ini. Melalui tulisan ini penulis ingin menyampaikan pendapat mengenai peran mahasiswa dalam menyambut pesta demokrasi 5 tahunan ini. Demokrasi merupakan salah satu fenomena penting yang mewarnai transformasi masyarakat global pada tiga dasawarsa terakhir abad ke 20. Kuatnya tuntutan demokratisasi dan maraknya diskursus demokrasi karena adanya anggapan bahwa demokrasi merupakan satu sistem yang bisa menjamin keteraturan publik dan sekaligus mendorong transformasi masyarakat menuju suatu struktur sosial, politik, ekonomi, dan kebudayaan yang lebih ideal.   Demokrasi yang ideal, pada dasarnya dapat membangun negara yang responsif, akuntabel dan legitimet. Hal tersebut dapat terwujud dalam bentuk pemerintahan yang bersih dari korupsi dan melayani kebutuhan publik secara konstitusi, lembaga perwakilan yang kredibel memperjuangkan kepentingan masyarakat, serta institusi hukum yang ...